Pendakian pada gunung Lawu 3165 mDpl dapat melalui 3 jalur. Jalur selatan yaitu melalui Cemoro Sewu, Jalur Barat melalui Cemoro Kandang, dan Jalur yang terakhir adalah jalur yang jarang sekali di lalui oleh orang pada umumnya hanya warga Ngawi pada kususnya. Yaitu jalur Srambang
Kita kupas satu persatu jalur ini. Yang
pertama bagi anda yang berangkat dari Jawa timur, tentu saja perjalanan
kendaraan di awali dengan manaiki bus dari terminal Maospati hingga terminal Magetan.
waktu tempuh sekitar 30 menit. Jalan jalan menyusuri sesawahan padi.
Hingga sedikit masuk ke kota Magetan hawa sudah beranjak sejuk. Di kota
ini produk andalan nya adalah kerajinan kulit, dan tentunya ada banyak
sekali barang yang bisa kita buru pada pasar sentra industri lokal.
Ada tas, sabuk, sepatu dan pernak pernik lainya seputar kulit. Dari
terminal magetan kita musti oper terlebih dahulu dengan naik mobil L300,
menuju Ngerong (Pusat penjualan sayur mayur), melalui telaga Sarangan
(telaga paling keren di seputran Ma Pan Ma Wi Rogo). dan berakhir di
Cemoro sewu, yang merupakan pos pemberangkatan dari sisi selatan. Nah
sekarang kita membahas medan cemoro sewu hingga puncak. Awal pendakian
jalan masih lebar dan agak datar, setelah memasuki pos 1 barulah
tanjakan demi tanjakan menantang di depan kita. Jalanpun juga semakin
menyempit. Pepohonan di sekitar pos 1 hingga pos 3 masih sama yaitu
pinus dengan di selingi pohon perdu. Namun sayang sekali pada kanan kiri
jalan, dari Cemoro sewu hingga pos 1 telah di babat menjadi
ladangpenanaman kobis dan wortel. Sedangkan pepohonannya rata rata telah
banyak yang mati. Pada pos 1 hingga pos 2 bau menyengat keluar dari
bebatuan yang mengandung belerang, adapun tempatnya masuk ke dalam hutan
manjauhi jalan. Tanjakan semakin ngetrek saat meninggalkan pos 2 hingga
pos 4. barulah setelah pos 4 tumbuhan perdu yang ada pada ketinggian
2600 mdpl memenuhi lembah dan ngarai. Daerah di sekitar pos lima sering
di sebut dengan Cokro Suryo, Cokro Srengenge, yaitu hamparan rumput yang luas seperti alun alun. Masuk pada jalan berikutnya sudah tidak terlalu ngetrek kita memasuki daerah sumur Jolotundo,
yaitu sebuah sumur berupa gua vertikal dan terdapat sumber air yang
kecil di dalam nya. Konon ada cerita jika kita masuk dan mengadahkan
mulut menghadap ke atas, dan secara kebetulan tenggorokkan kita ter
tetesi oleh air yang menetes dari langit langit gua, maka kita akan di
beri limpahan sejeki oleh yang maha kuasa. Selang beberapa puluh meter
dari sumur Jolotundo kita akan sampai pada sebuah sendang, dengan nama sendang Derajat.
Air terang saja melimpah di sendang yang ini, bahkan di samping sendang
di bangunkan beberapa toilet umum. Dan juga banyak sekali pedagang nasi pecel musiman
yang sengaja berdagang keperluan makan saat musim pendakian seperti
bulan Suro kali ini. Berikutnya kita melingkari bawah puncak gunung
untuk sampai pada Hargo Dalem, sebuah petilasan Prabu Brawijaya ke V, dan sebuah makam sunan Lawu. Di wilayah Hargo Dalem
biasanya sangat ramai sekali, mengingat di daerah ini banyak sekali
rumah rumahan yang di buat para pedagang musiman, dan memang di bikinkan
rerumahan namanya Kandang Jaran atau Gedogan untuk
para peziarah di petilasan Prabu Brawijaya ke V, dan sebuah makam sunan
Lawu. Nah pada pagi harinya barulah kita akan melanjutkan perjalanan
untuk mencapai puncak Gunung Lawu , Hargo Dumilah dengan ketinggian 3165 meter di atas permukaan laut.
Di puncaknya di bangun tugu trianggulasi, dan banyak sekali sesembahan
berupa dupa, kembang dan beberapa makanan, ntah untuk siapa. Dari puncak
ini kita bisa melihat ke arah timur yaitu gunung Wilis, dan jika saja cuaca lagi bagus bagusnya kita bisamenyaksikan ke agungan gunung Semeru, Gunung Arjuno. Jika melihat ke arah barat bisa di lihat gunung Merapi dan gunung Merbabu.
Jalur Cemoro kandang. Dan bagi anda yang ingin mendaki dari Jawa Tengah dan Jogja. Bisa menaiki bus dari terminal Solo, melewati Palur dan Karanganyar, dan bus berakhir di Tawangmangu
(terkenal dengan gerojokan sewu nya) Dari Tawangmangu berganti
kendaraan pickup bertutup, atau naik L300, untuk menuju ke Cemoro
Kandang. Dalam perjalan mata kita selaui manatap hamparan sesawahan
kobis, wortel dan kentang, dipinggir pinggir jalanya pun ada beberapa
warga yang mencuci hasil panen di saluran air pinggir jalan. Sesampainya
di Cemoro kandang biasanya kita terlebih dahulu beristirahat sejenak,
minum kopi ataupun hanya sekedar mengobrol saja. Karena di Cemoro
Kandang terdapat lebih banya warung dari pada di Cemoro Sewu. Sepanjang
jalur dari Cemoro Kandang menuju puncak jalur tidak ngetrek, namun
cenderung melingkar dan menyusuri lereng bukit (kalo cmr sw melalui
punggung bukit) hingga pos 2 bau dari belerang sangat menyengat,
tumbuhan dari pos 1 hingga pos 4 adalah tanaman lamtoro gunung, pinus
dan pakis, di selingi tanaman perdu gunung. Hingga memasuki Jurang Pangariparip jalan
selalu menyusuri lereng, namun jika anada tak ingin berjalan melingkar
anda bisa langsung melewati jalan sidatan, ngetrek dan kalo turun hujan
jalur ini akan di lewati air bah pegunungan. Ssampai pada pos 4 nanti
tumbuhan sudahmulai jarang, dan di gantikan rerumputan gunung,
Cokrosrengenge lebih luas melalui jalur ini, hamparan rumput menghampar
hingga nanti bertemu dengan jalur dari Cemoro Sewu, di daerah
HargoDalem, Anda akan memasuki daerah pasar Dieng, yaitu hamparan
padang edelweis di selinggi bebatuan yang tertata rapi, menurut mitos
pasar Dieng adalah pasarnya Setan. Jika melihat ke arah utara yaitu Sisi
Pasar Dieng mata kita pasti akan tertuju pada sebuah
bukit yang memiliki menara BTS, yaitu bukit Hargo Kahyangan. Melaui sisi
sebelah timur bukit HargoKahyangan inilah kita bisa melewati jalur pendakian dari sisi Utara (Ngawi).
SUMBER : imajimaya.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar